Keterbatasan
fisik tidak menyurutkan langkah Hee Ah Lee berkarya di dunia musik. Meski hanya
memiliki empat jari berbentuk capit kepiting. Hee Ah piawai memainkan lagu-lagu
komponis dunia.
Mempunyai
kekurangan fisik bukan berarti tidak memiliki masa depan. Prinsip ini yang
mungkin digunakan seorang pianis empat jari Hee Ah Lee untuk menapaki kariernya
di dunia musik. Kemampuannya bermain piano tidak kalah dibanding mereka yang
berjari lengkap. Empat jari berbentuk capit kepiting itu bahkan tidak
menghalangi untuk memainkan karya-karya musisi legendaris seperti Chopin,
Beethoven, dan Mozart.
Hee
Ah Lee di lahirkan pada 9 Juli 1985 di Seoul, Korea. Lahir sebagai orang yang
cacat, Hee Ah dinilai sebagai aib bagi keluarganya. Jumlah jari tangannya yang
hanya empat buah (atau biasa dikenal lobster claw syndrome) serta kakinya hanya
sebatas lutut, membuat Hee Ah berbeda dengan anak lainnya. Karena kekurangannya
ini, keluarganya bahkan pernah memaksa ibunya Woo Kap Sun untuk menitipkan
anaknya di panti asuhan. Namun, hal ini ditolak Woo Kap. Meski anaknya
mengalami berbagai kekurangan, dia sangat menyayangi anaknya.
Memang
saat Hee Ah masih dalam kandungan, Woo Kap yakin anaknya pasti akan terlahir
cacat. Hal ini karena kebiasaan Woo Kap mengonsumsi berbagai obat-obatan saat
dia mengandung Hee Ah. Lantaran kebiasaannya itu, keluarga besar Woo Kap sempat
melarangnya untuk melahirkan anak yang sedang dia kandung. Namun, hal itu tidak
dia gubris. “Aku tidak bisa. Bagaimana pun ini anakku. Darah dagingku sendiri
dan tidak mungkin aku gugurkan,” aku Woo Kap.
Setelah
bayi lahir, akhirnya Woo Kap memberi nama anak itu dengan nama Hee Ah Lee. Hee
berarti sukacita dan Ah adalah tunas pohon yang terus tumbuh. Sedangkan Lee
merupakan nama keluarga. Jadi, Hee Ah Lee berarti suka cita yang terus tumbih
seperti tunas pohon.
Tanpa
dukungan keluarganya, Woo merawat, mendidik, dan mengajari Hee degan segala
kasih sayang. Baginya, Hee bukanlah aib, namun anugerah Tuhan meski terlahir
kurang sempurna. Berkat kegigihan Woo jugalah, Hee akhirnya muncul sebagai
salah satu pianis ternama di dunia. Sejak usia enam tahun, Woo telah
mengenalkan anaknya dengan piano meskipun saat itu tangan Hee belum bisa
mengenggam sebuah pensil. Memang butuh waktu dan kerja keras serta dilandasi
keuletan yang luar biasa untuk melatih jari-jari Hee. Belum lagi untuk
mengenalkan not balok pada Hee yang punya keterbelakangan mental. Awalnya,
untuk menguasai sebuah lagu saja, dibutuhkan waktu sekitar satu tahun. Itu pun
dilakukan hanya dengan latihan intensif minimal sepuluh jam dalam sehari.
Hal
ini tidak menyurutkan Woo untuk tetap mengajari putri kesayangannya. Secara
ulet dan sabar dia mengajari Hee memencet satu tuts ke tuts yang lain, dan juga
mengajari perpindahan satu nada ke nada yang lain. Untuk menambahkan kemampuan
anaknya, dia bahkan menyewa beberapa guru pengajar piano. Sedikitnya lima guru
telah mengajarkan Hee untuk bermain piano seperti orang normal dengan 10 jari.
Memang
untuk membesarkan Hee yang memiliki berbagai kekurangan tidaklah mudah bagi
Woo. Apalagi, selain merawat Hee, Woo juga harus merawat suaminya yang mengalami
kelumpuhan akibat terluka saat bertugas sebagai tentara. Hal ini tidak pernah
menyurutkan niatan Woo untuk tetap sabar membesarkan putri tercintanya.
Ketika
Hee sempat mogok main piano dan harus dirawat di rumah sakit jiwa, Woo tetap
memberikan semangat bagi anaknya. Dia berusaha keras untuk mengembalikan
kepercayaan diri pada anaknya untuk terus bermain piano. Jika dia berhenti
bermain, Hee Ah tidak akan mendapatkan pengakuan dari orang-orang sekitarnya.
Akhirnya,
kasih sayang yang diberikan Woo mampu membakar semangat anaknya. Ditambah lagi,
banyaknya surat dari penggemar sebagai feed back dari buku tentang perjuangan
Hee Ah, menambah kepercayaan diri anak yang sedang terpuruk. “Setelah buku ini
terbit, banyak anak yang mengirim surat pada Hee Ah. Aku dan Hee Ah senang
membaca tulisan anak-anak ini. Surat dari anak-anak itu menggugah semangatnya.
Hee Ah mulai main piano lagi,” ungkap Woo.
Sejak
saat itulah, Hee Ah semakin rajin belajar piano. Dalam waktu satu hari, Hee Ah
bahkan bisa menghabiskan waktu 6-13 jam belajar memainkan piano. Kemampuan Hee
Ah lambat laun akhirnya tumbuh seiring dengan semakin membaiknya karier di
dunia musik. Ketika karier sudah mulai ada titik terang, kembali cobaan menerpa
keluarga Hee Ah. Saat itu suaminya yang telah mengisi hari-harinya akhirnya
harus dipanggil Yang Maha Kuasa. Kejadian ini membuat Woo terpaksa meninggalkan
pekerjaannya sebagai perawat. Dia putuskan untuk berkonsentrasi membesarkan
nama anaknya di dunia musik.
Perjuangan
ibu mulia ini membuahkan hasil, Hee Ah di usianya ke-24 tahun telah tumbuh
menjadi salah satu pianis ternama di dunia. Dia bahkan kini menjadi salah satu
inspirator bagi anak-anak yang kurang beruntung di seluruh dunia.
Dengan
kemampuan yang diperoleh dari ketekunan dan keuletan berlatih itu, serta kasih
sayang ibunya, Hee kini telah berkeliling dunia. Ia menginspirasi orang dengan
keyakinan bahwa tidak ada yan tidak mungkin di dunia jika kita mau bekerja
keras dan sungguh-sungguh berusaha mewujudkannya. Meski begitu, sebagai manusia
biasa, Hee juga pernah mengalami patah semangat. “Bayangkan anda makan satu
jenis makanan terus menerus sampai bosan. Tapi, aku memakannya terus. Aku terus
berlatih terus menerus,” ungkap Hee Ah Lee.
Resource
:
Seputar Indonesia
Seputar Indonesia
http://symbian.byethost22.com/artikel-13-hee-ah-lee-tidak-ada-yang-tidak-mungkin.html
0 komentar:
Posting Komentar